Mengenai Saya

Foto saya
Babahrot, Aceh Barat Daya, Indonesia
Hudep beusare mate beusajan...!!! Facebook.com-Andri_AK

Senin, 26 Juli 2010

Praktek Kerja Lapangan (PKL) Kuliah Semester IV.










Pak Ir. Muh. Rahmatulla, MBA.

Pembimbing PKL di Kawasan Berikat Nusantara (KBN)

Pas keunong bak pabrek peuget bordiran baje, tp sayang PKL jih cit 3 Uroe, jadi lage awak jak kunjungan pabek mantong. PT. Seijin Indonesia.

Biarkan anak negeri berkarya untuk selamanya, selama masih mempunyai minat. Apabila ada kesalahan dalam aturan maka mohon bimbingan dan arahan. jangan dihalang-halang karena akan menghambat minat untuk maju.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HlDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONES

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HlDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

Menimbang :
a. Bahwa lingkungan hidup lndonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
b. Bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan;
c. Bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi,selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
d. Bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hokum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup;
e. Bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran NegaraTahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
f. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
M E M U T U S K A N :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain;
2. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup;
3. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;
4. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan
saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan
hidup;
5. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
7. Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan
lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh
suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;
9. Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan
lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
10. Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya
alam, baik hayati maupun nonhayati, dan sumber daya buatan;
11. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup;
12. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya;
13. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati
lingkungan hidup yang dapat ditenggang;
14. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak
berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan;
15. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbaharui untuk
menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai serta keanekaragamannya;
16. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
17. Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya,baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
18. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
19. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
20. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
21. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
22. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang lingkungan hidup;
23. Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku
dan/atau kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan;
24. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum;
25. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup.

Pasal 2
Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Wawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.







BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN
Pasal 3

Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas
berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 4
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah :
a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;
b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan diluar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.


BAB lII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
(1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 7
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara :
a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
d. memberikan saran pendapat;
e. menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.



BAB IV
WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 8
(1) Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.
(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah :
a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup;
b. mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan
pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika;
c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subyek hukum
lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan,
termasuk sumber daya genetika;
d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial;
e. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9

(1) Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan
penataan ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat.
(2) Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan mem-perhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.
(3) Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang,
perlindungan sumber daya alam nonhayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber
daya alam hayati dan eko-sistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
(4) Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup,sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikoordinasi oleh Menteri.

Pasal 10

Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban :
a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
b. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan
tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
c. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat,dunia usaha dan Pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkunganhidup;
d. mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang
menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
f. memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup;
g. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup;
h. menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat;
i. memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup.
Pasal 11
(1) Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri.
(2) Ketentuan mengenai tugas, fungsi, wewenang dan susunan organisasi serta tata kerja kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 12
(1) Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang
pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat :
a. melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada perangkat di
wilayah;
b. mengikutsertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundangundangan.

Pasal 13
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah tangganya.
(2) Penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 14
(1) Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang
melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya dukungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
(2) Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil
usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.
(3) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 17
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.
(2) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi : menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB Vl
PERSYARATAN PENAATAN LINGKUNGAN HIDUP
Bagian Pertama
Perizinan

Pasal 18
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
(2) Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk
melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.

Pasal 19
(1) Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan :
a. rencana tata ruang;
b. pendapat masyarakat;
c. pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha
dan/atau kegiatan tersebut.
(2) Keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan.

Pasal 20
(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media
lingkungan hidup.
(2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media
lingkungan hidup Indonesia.
(3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berada pada Menteri.
(4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21
Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.



Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 22
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan di bidang
lingkungan hidup.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan
pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah
menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
Pasal 23
Pengendalian dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk khusus untuk itu oleh Pemerintah.
Pasal 24
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang
melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan,
memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang
bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib
memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.

Bagian Ketiga
Sanksi Administrasi
Pasal 25
(1) Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya
pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan
tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
(2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada
Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I.
(3) Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang
berwenang untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2).
(4) Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didahului dengan surat
perintah dari pejabat yang berwenang.
(5) Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diganti dengan pembayaran sejumlah uang tertentu.

Pasal 26
(1) Tata cara penetapan beban biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (5)
serta penagihannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dibentuk,
pelaksanaannya menggunakan upaya hukum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 27

(1) Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan.
(2) Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada
pejabat yang berwenang.
(3) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya.

Bagian Keempat
Audit Lingkungan Hidup
Pasal 28
Dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan/atau kegiatan, Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup.

Pasal 29
(1) Menteri berwenang memerintahkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup apabila yang bersangkutan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperintahkan untuk melakukan audit lingkungan hidup wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan perintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk
melaksanakan audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas beban biaya
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
(4) Jumlah beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
(5) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HlDUP
Bagian Pertama
Umum
Pasal 30
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(3) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, gugatan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh
salah satu atau para pihak yang bersengketa.




Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan

Pasal 31
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Pasal 32
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.

Pasal 33
(1) Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(2) Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
Paragraf 1
Ganti Rugi

Pasal 34
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian
tindakan tertentu tersebut.
Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak

Pasal 35
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun,
dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak
atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan
seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini :
a. adanya bencana alam atau peperangan; atau
b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
(3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan olen pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi.

Paragraf 3
Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan

Pasal 36
(1) Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu
sebagaimana diatur dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan dihitung sejak saat
korban mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau
kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan limbah bahan
berbahaya dan beracun.

Paragraf 4
Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup
Untuk Mengajukan Gugatan

Pasal 37
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke
penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan
masyarakat.
(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk
kepentingan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola
kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk hak
melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
apabila memenuhi persyaratan :
a. berbentuk badan hukum atau yayasan;
b. dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan
tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian
fungsi lingkungan hidup;
c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

Pasal 39
Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat, dan/atau
organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata yang berlaku.

BAB VIIl
PENYIDlKAN

Pasal 40
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pengelolaan lingkungan hidup, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan
peristiwa tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan,
catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang lingkungan
hidup;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
lingkungan hidup.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasilpenyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik lndonesia.
(5) Penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif
dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 41
(1) Barangsiapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibat-kan orang mati atau luka
berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 42
(1) Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibat-kan orang mati atau luka
berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 43
(1) Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja
melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun
masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan
impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi
yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan
tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
barangsiapa yang dengan sengaja memberikan informasi palsu atau menghilangkan atau
menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga
bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain.
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
tahun dan denda paling banyak Rp. 450.000.000,00 (empat ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 44
(1) Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena
kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, diancam dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati atau luka berat
pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 45
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.



Pasal 46
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi
pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap
badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap
mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak
sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik
berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi
pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin
tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar
hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.
(3) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain,
panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus
di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi
lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya
pengurus menghadap sendiri di pengadilan.

Pasal 47
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang - undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib
berupa :
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
b. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau
c. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
d. mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak;dan/atau
e. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
f. menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama (3) tiga tahun.

Pasal 48
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 49
(1) Selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini setiap usaha
dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin, wajib menyesuaikan menurut persyaratan berdasarkan
Undang-undang ini.
(2) Sejak diundangkannya Undang-undang ini dilarang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan limbah bahan berbahaya dan beracun yang diimpor.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 51
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3215) dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 52
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1997





PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd. ttd

S O E H A R T O M O E R D I O N O
Diundangkan di Jakarta Salinan sesuai dengan aslinya
Pada tanggal 19 September 1997 SEKRETARIAT KABINET RI





Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan

ttd.

Lambock V. Nahattands








PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UMUM

1. Lingkungan hidup lndonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsaIndonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan
kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa
lndonesia serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu
sendiri.Pancasila, sebagai dasar dan falsafah negara, merupakan kesatuan yang bulat dan utuh yang
memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan
tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hubungan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia, manusia dengan alam,
dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai kemajuan lahir dan kebahagiaan batin.
Antara manusia, masyarakat, dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik, yang selalu
harus dibina dan dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
yang dinamis.Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dinikmati generasi masa kini dan generasi masa depan secara berkelanjutan.
Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk
meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk
mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi,
dan seimbang dengan fungsi Iingkungan hidup.
2. Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara
maupun wilayah administratif. Akan tetapi, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pengelolaan
harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaannya. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan hidup Indonesia. Secara hukum, lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang tempat negara Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan dan hak berdaulat serta yurisdiksinya. Dalam hal ini lingkungan hidup lndonesia tidak lain adalah wilayah, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alam dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya sebagai tempat rakyat dan bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam segala aspeknya. Dengan demikian, wawasan dalam menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
3. Lingkungan hidup lndonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem, yang
mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam yang berbeda yang
mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan. Keadaan yang
demikian memerlukan pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada
keadaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup akan meningkatkan keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem itu
sendiri. Dalam pada itu, pembinaan dan pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi
subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu
sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Untuk itu, diperlukan suatu kebijaksanaan
nasional pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen
dari pusat sampai ke daerah.
4. Pembangunan memanfaatkan secara terus-menerus sumber daya alam guna meningkatkan
kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan
tidak merata, baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan permintaan akan sumber daya
alam tersebut makin meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Di pihak lain, daya dukung
lingkungan hidup dapat terganggu dan daya tampung lingkungan hidup dapat menurun.
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan
dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan merupakan beban sosial, yang
pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.
Terpeliharanya keberlanjutan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan rakyat sehingga
menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran anggota masyarakat, yang dapat disalurkan
melalui orang perseorangan, organisasi lingkungan hidup, seperti lembaga swadaya masyarakat,
kelompok masyarakat adat, dan lain-lain, untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan.
Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, menjadi sarana
untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu
hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
5. Arah pembangunan jangka panjang Indonesia adalah pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan industri, yang diantaranya memakai berbagai jenis bahan kimia dan zat radioaktif. Disamping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Secara global, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada
kenyataannya, gaya hidup masyarakat industri ditandai oleh pemakaian produk berbasis kimia telah
meningkatkan produksi limbah bahan berbahaya dan beracun. Hal itu merupakan tantangan yang
besar terhadap cara pembuangan yang aman dengan risiko yang kecil terhadap lingkungan hidup,
kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu dikelola
dengan baik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
harus bebas dari buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah Indonesia.
6. Makin meningkatnya upaya pembangunan menyebabkan akan makin meningkat dampaknya
terhadap lingkungan hidup. Keadaan ini mendorong makin diperlukannya upaya pengendalian
dampak lingkungan hidup sehingga risiko terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin.Upaya pengendalian dampak lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan agar ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Suatu perangkat hukum yang bersifat preventif berupa izin melakukan usaha dan/atau kegiatan lain. Oleh karena itu, dalam izin harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan lainnya. Apa yang dikemukakan tersebut di atas menyiratkan ikut sertanya berbagai instansi dalam pengelolaan lingkungan hidup sehingga perlu dipertegas batas wewenang tiap-tiap instansi yang ikut serta di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
7. Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum, pengembangan sistem pengelolaan lingkungan hidup sebagai bagian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup. Dasar hukum itu dilandasi oleh asas hukum lingkungan hidup dan penaatan setiap orang akan norma hukum lingkungan hidup yang sepenuhnya berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 No.12, Tambahan Lembaran Negara No. 3215) telah menandai awal pengembangan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup Indonesia sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak diundangkannya Undang-undang tersebut, kesadaran lingkungan hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat,yang ditandai antara lain oleh makin banyaknya ragam organisasi masyarakat yang bergerak dibidang lingkungan hidup selain lembaga swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan
kepeloporan masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat tidak
hanya sekedar berperan serta, tetapi juga mampu berperan secara nyata. Sementara itu,
permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
memerlukan pengaturan dalam bentuk hukum demi menjamin kepastian hukum. Di sisi lain,
perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional akan makin mempengaruhi usaha
pengelolaan lingkungan hidup Indonesia. Dalam mencermati perkembangan keadaan tersebut,
dipandang perlu untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang ini memuat norma hukum lingkungan hidup. Selain itu, Undang-undang ini akan
menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang
memuat ketentuan tentang lingkungan hidup yang berlaku, yaitu peraturan perundang-undangan
mengenai pengairan, pertambangan dan energi, kehutanan, konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya, industri, permukiman, penataan ruang, tata guna tanah, dan lain-lain.
Peningkatan pendayagunaan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata
maupun hukum pidana, dan usaha untuk mengefektifkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup
secara alternatif, yaitu penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan untuk mencapai
kesepakatan antarpihak yang bersengketa. Disamping itu, perlu pula dibuka kemungkinan
dilakukannya gugatan perwakilan. Dengan cara penyelesaian sengketa lingkungan hidup tersebut
diharapkan akan meningkatkan ketaatan masyarakat terhadap sistem nilai tentang betapa
pentingnya pelestarian dan pengembangan kemampuan lingkungan hidup dalam kehidupan
manusia masa kini dan kehidupan manusia masa depan.
Sebagai penunjang hukum administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana tetap memperhatikan
asas subsidiaritas, yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang
hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa
lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat
perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Dengan
mengantisipasi kemungkinan semakin munculnya tindak pidana yang dilakukan oleh suatu
korporasi, dalam Undang-undang ini diatur pula pertanggungjawaban korporasi.
Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat terangkum dalam
satu sistem hukum lingkungan hidup Indonesia.


PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup Jelas
Angka 2
Cukup Jelas
Angka 3
Cukup Jelas
Angka 4
Cukup Jelas
Angka 5
Cukup Jelas
Angka 6
Cukup Jelas
Angka 7
Cukup Jelas
18
Angka 8
Cukup Jelas
Angka 9
Cukup Jelas
Angka 10
Cukup Jelas
Angka 11
Cukup Jelas
Angka 12
Cukup Jelas
Angka 13
Cukup Jelas
Angka 14
Cukup Jelas
Angka 15
Cukup Jelas
Angka 16
Cukup Jelas
Angka 17
Cukup Jelas
Angka 18
Cukup Jelas
Angka 19
Cukup Jelas
Angka 20
Cukup Jelas
Angka 21
Cukup Jelas
Angka 22
Cukup Jelas
Angka 23
Cukup Jelas
Angka 24
Cukup Jelas
Angka 25
Cukup Jelas

Pasal 2
Cukup Jelas

Pasal 3
Berdasarkan asas tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin bahwa pemanfaatan
sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu
hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Di lain sisi, negara mencegah
dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang
menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap
dampak kegiatan di luar wilayah negara. Asas keberlanjutan mengandung makna setiap orang
memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap
sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut,
maka kemampuan lingkungan hidup, harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan
hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan.

Pasal 4
Cukup Jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak berperan
dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas
informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peranserta dalam
pengelolaan lingkungan hidup, disamping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk
mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Informasi lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi
lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya
memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan
penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup, dan rencana tata
ruang.
Ayat (3)
Peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan
keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar pendapat atau dengan
cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan
antara lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau
perumusan kebijaksanaan lingkungan hidup. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip
keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan
memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 6
Ayat (1)
Kewajiban setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak terlepas dari
kedudukannya sebagai anggota masyarakat yang mencerminkan harkat manusia sebagai
individu dan makhluk sosial. Kewajiban tersebut mengandung makna bahwa setiap orang
turut berperanserta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya, peranserta dalam
mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di
bidang lingkungan hidup.
Ayat (2)
Informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup Jelas
20
Ayat (2)
Huruf a
Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan
kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama
dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya.
Huruf b
Meningkatnya kemampuan dan kepeloporan masyarakat akan meningkatkan efektifitas
peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Huruf c
Meningkatnya ketanggapsegeraan masyarakat akan semakin menurunkan
kemungkinan terjadinya dampak negatif.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Dengan meningkatnya ketanggapsegeraan akan meningkatkan kecepatan pemberian
informasi tentang suatu masalah lingkungan hidup sehingga dapat segera
ditindaklanjuti.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Kegiatan yang mempunyai dampak sosial merupakan kegiatan yang berpengaruh
terhadap kepentingan umum, baik secara kultural maupun secara struktural.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Dalam rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan
penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi, dan
kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya, perhatian
terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada sumber daya alam
yang terdapat di sekitarnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud dengan pengambil keputusan dalam ketentuan ini adalah pihak-pihak yang
berwenang yaitu Pemerintah, masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya.
Huruf b
Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan dalam
rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber manusia.
Huruf c
Peran masyarakat dalam Pasal ini mencakup keikutsertaan, baik dalam upaya maupun dalam
proses pengambilan keputusan tentang pelestarian daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup. Dalam rangka peran masyarakat dikembangkan kemitraan para pelaku
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk
antara lain lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi keilmuan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perangkat yang bersifat preemtif adalah tindakan
yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan, seperti tata ruang
dan analisis dampak lingkungan hidup. Adapun preventif adalah tindakan tingkatan
pelaksanaan melalui penaatan baku mutu limbah dan/atau instrumen ekonomi. Proaktif
adalah tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup,
seperti lSO 14000.
Perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif
misalnya adalah pengembangan dan penerapan teknologi akrab lingkungan hidup, penerapan
asuransi lingkungan hidup dan audit lingkungan hidup yang dilakukan secara sukarela oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Lingkup pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya meliputi berbagai sektor
yang menjadi tanggung jawab berbagai departemen dan instansi pemerintah. Untuk
menghindari tumpang tindih wewenang dan benturan kepentingan perlu adanya koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi melalui perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh
Menteri.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya akan keanekaragaman potensi sumber daya
alam hayati dan nonhayati, karakteristik kebhinekaan budaya masyarakat, dan aspirasi
dapat menjadi modal utama pembangunan nasional. Untuk itu guna mencapai
keterpaduan dan kesatuan pola pikir, dan gerak langkah yang menjamin terwujudnya
pengelolaan lingkungan hidup secara berdaya guna dan berhasil guna yang
berlandaskan Wawasan Nusantara, maka Pemerintah Pusat dapat menetapkan
wewenang tertentu dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik potensi
alam maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang ada di
daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
Huruf b
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada
Pemerintah Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui tugas pembantuan
ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggung jawab tetap berada pada
pemerintah yang menugaskannya.
Ayat (2)
Cukup Jelas



Pasal 13
Ayat (1)
Dengan memperhatikan kemampuan, situasi dan kondisi daerah, Pemerintah Pusat dapat
menyerahkan urusan di bidang lingkungan hidup kepada daerah menjadi wewenang, tugas,
dan tanggung jawab Pemerintah Daerah berdasarkan asas desentralisasi.
22
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan
untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat
yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul
dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi
dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya
digunakan kriteria mengenai :
a. besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah termasuk penimbunan hasil
pengolahan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan dimaksud merupakan upaya untuk mengurangi
terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup berupa terjadinya pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup, mengingat bahan berbahaya dan beracun mempunyai potensi
yang cukup besar untuk menimbulkan efek negatif.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Contoh izin yang dimaksud antara lain izin kuasa pertambangan untuk usaha di bidang
pertambangan, atau izin usaha industri untuk usaha di bidang industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan harus ditegaskan kewajiban yang berkenaan
dengan penaatan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang harus
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam melaksanakan usaha
dan/atau kegiatannya. Bagi usaha dan/atau kegiatan yang diwajibkan untuk membuat atau
melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana pengelolaan dan
rencana pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan harus dicantumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin
melakukan usaha dan/atau kegiatan. Misalnya kewajiban untuk mengolah limbah, syarat
mutu limbah yang boleh dibuang ke dalam media lingkungan hidup, dan kewajiban yang
berkaitan dengan pembuangan limbah, seperti kewajiban melakukan swapantau dan
kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau tersebut kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup. Apabila suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diwajibkan
melaksanakan analisis dampak lingkungan hidup, maka persetujuan atas analisis mengenai
dampak lingkungan hidup tersebut harus diajukan bersama dengan permohonan izin
melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan merupakan pelaksanaan atas
keterbukaan pemerintahan. Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan tersebut
memungkinkan peranserta masyarakat khususnya yang belum menggunakan kesempatan
dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan
keputusan izin.

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Suatu usaha dan/atau kegiatan akan menghasilkan limbah. Pada umumnya limbah ini harus
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke media lingkungan hidup sehingga tidak
menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Dalam hal tertentu, limbah
yang dihasilkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku suatu produk. Namun dari proses pemanfaatan tersebut akan menghasilkan limbah,
sebagai residu yang tidak dapat dimanfaatkan kembali, yang akan dibuang ke media
lingkungan hidup.
Pembuangan (dumping) sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah pembuangan limbah
sebagai residu suatu usaha dan/atau kegiatan dan/atau bahan lain yang tidak terpakai atau
daluwarsa ke dalam media lingkungan hidup, baik tanah, air maupun udara. Pembuangan
limbah dan/atau bahan tersebut ke media lingkungan hidup akan menimbulkan dampak
terhadap ekosistem. Sehingga dengan ketentuan Pasal ini, ditentukan bahwa pada prinsipnya
pembuangan limbah ke media lingkungan hidup merupakan hal yang dilarang, kecuali ke
media lingkungan hidup tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal menetapkan pejabat yang berwenang dari instansi lain untuk melakukan
pengawasan, Menteri melakukan koordinasi dengan pimpinan instansi yang bersangkutan.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini merupakan pelaksanaan Pasal 13 ayat (1).

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan adalah
menghormati nilai dan norma yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
25

Pasal 27
Ayat (1)
Bobot pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda mulai dari pelanggaran
syarat administratif sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan korban.
Yang dimaksud dengan pelanggaran tertentu adalah pelanggaran oleh usaha dan/atau
kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan usahanya, misalnya telah ada
warga masyarakat yang terganggu kesehatannya akibat pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 28
Audit lingkungan hidup merupakan suatu instrumen penting bagi penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan dan kinerjanya dalam menaati persyaratan
lingkungan hidup yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian ini, audit
lingkungan hidup dibuat secara sukarela untuk memverifikasi ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan lingkungan hidup yang berlaku, serta dengan kebijaksanaan dan standar yang
ditetapkan secara internal oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan dokumen yang
bersifat terbuka untuk umum, sebagai upaya perlindungan masyarakat karena itu harus
diumumkan.

Pasal 30
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak keperdataan para pihak yangbersengketa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya putusan yang berbeda
mengenai satu sengketa Iingkungan hidup untuk menjamin kepastian hukum.

Pasal 31
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui perundingan di luar pengadilan dilakukan secara
sukarela oleh para pihak yang berkepentingan, yaitu para pihak yang mengalami kerugian dan
mengakibatkan kerugian, instansi pemerintah yang terkait dengan subyek yang disengketakan,
serta dapat melibatkan pihak yang mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan hidup.
Tindakan tertentu di sini dimaksudkan sebagai upaya memulihkan fungsi lingkungan hidup dengan
memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat.
26

Pasal 32
Untuk melancarkan jalannya perundingan di luar pengadilan, para pihak yang perkepentingan dapat
meminta jasa pihak ketiga netral yang dapat berbentuk :
a. pihak ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan.
Pihak ketiga netral ini berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para pihak yang
berkepentingan sehingga dapat dicapai kesepakatan.
Pihak ketiga netral ini harus :
1) disetujui oleh para pihak yang bersengketa;
2) tidak memiliki hubungan keluarga dan/atau hubungan kerja dengan salah satu pihak
yang bersengketa;
3) memiliki ketrampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan;
4) tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya.
b. pihak ketiga netral yang memiliki kewenangan mengambil keputusan berfungsi sebagai
arbiter, dan semua putusan arbitrase ini bersifat tetap dan mengikat para pihak yang
bersengketa.

Pasal 33
Ayat (1)
Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini dimaksudkan sebagai
suatu lembaga yang mampu memperlancar pelaksanaan mekanisme pilihan penyelesaian
sengketa dengan mendasarkan pada prinsip ketidakberpihakan dan profesionalisme.
Lembaga penyedia jasa yang dibentuk Pemerintah dimaksudkan sebagai pelayanan publik.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas
pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak
lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu,
misalnya perintah untuk :
- memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan
baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
- memulihkan fungsi lingkungan hidup;
- menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan pelaksanaan perintah
pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi lingkungan
hidup.

Pasal 35
Ayat (1)
Pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak
perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan
ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada
umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak
lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Yang dimaksudkan sampai batas tertentu, adalah jika menurut penetapan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
27
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tindakan pihak ketiga dalam ayat ini merupakan perbuatan
persaingan curang atau kesalahan yang dilakukan Pemerintah.

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok kecil
masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas
dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Gugatan yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup tidak dapat berupa tuntutan
membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu :
a. memohon kepada pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk melakukan tindakan
hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena
mencemarkan atau merusak lingkungan hidup;
c. memerintahkan seseorang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk membuat
atau memperbaiki unit pengolah limbah;
Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya yang nyata-nyata
dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi lingkungan hidup.
Ayat (3)
Tidak setiap organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan lingkungan hidup,
melainkan harus memenuhi persyaratan tertentu. Dengan adanya persyaratan sebagaimana
dimaksud di atas, maka secara selektif keberadaan organisasi lingkungan hidup diakui
memiliki ius standi untuk mengajukan gugatan atas nama lingkungan hidup ke pengadilan,
baik ke peradilan umum ataupun peradilan tata usaha negara, tergantung pada kompetensi
peradilan yang bersangkutan dalam memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud.

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
28
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup Jelas

Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas

Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
29

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Cukup jelas

Pasal 52
Cukup jelas